Lebaran kali ini sedikit berbeda tapi cukup besar perubahannya. Ini adalah kali pertama berlebaran tanpa kehadiran seorang ayah, seorang kepala rumah tangga, seseorang yang paling dihormati, sosok yang selalu dilihat dan jadi teladan.


Air mata mamahkupun mengalir dengan deras di momen memelukku pas sungkeman selepas pulang dari Solat Ied. Mungkin itu adalah air mata yang tertahan sedari hari wafatnya hingga hari ini, atau mungkin itu adalah air mata yang tak sengaja terlepaskan dihadapan anak-anak terutama aku. Menangis, tersedu sedan.


Tangis yang sama ketika aku berdiri sendiri di hadapan keranda berselimut kain berwarna hijau bertuliskan arab. Aku, yang mungkin terakhir kali menangis adalah ketika menyolatkan anakku sendiri yang hanya berumur sehari. Itupun beberapa tahun yang lalu.

Momen itu, akupun menangis tersedu sedan yang sama, sesak di dada. Menyisakan sesal.


Sesal karena adalah takdirku untuk tidak berada disamping bapak di saat terakhirnya, sesal yang datang dari Bandung, telat, ga sempat memandikan, bahkan wajah terakhirnyapun aku ga lihat.

Hanya di Mesjid itu aku menangis tersedu sedan, dan hanya sampai disitu saja. Hingga detik ini, belum ada lagi tetes air mata yang mencair dari mataku.


Bahkan, ketika mamahku menangis tersedu sedan ketika memelukku, aku hanya bisa memeluk erat mamah, membelai punggungnya dan berkata "lepaskan aja mah, biar lega..."


Lebaran kali ini, ga ada foto keluarga. Mungkin karena lupa, tapi bisa juga karena setiap dari kita belum bisa menerima bahwa foto keluarga kali ini tidak ada satu sosok yang paling kita hormati, teladan para anak lelaki, cinta pertama para anak perempuan.

But it's okay, time will heal. After all, we all gonna die someday, dan semoga kami sekeluarga bisa kembali bertemu, berkumpul di tempat yang lebih baik.


Selamat hari raya Idul fitri. Cobalah untuk memaafkan diri dulu, melangkah maju menjadi pribadi yang baru dan lebih baik dari sebelumnya. 




0 comments:

Post a Comment